
Sleman, Yogyakarta — Dusun Selorejo, sebuah kawasan di kaki Gunung Merapi, memiliki pesona alam yang menakjubkan. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan ancaman serius bagi kesehatan bayi baru lahir: risiko hipotermia. Minimnya akses ke fasilitas kesehatan dan peralatan medis yang memadai membuat bayi-bayi yang baru lahir di daerah ini rentan terhadap gangguan suhu tubuh yang berbahaya.
Menjawab tantangan tersebut, tim pengabdian masyarakat dari Program Studi Teknologi Rekayasa Elektromedis Universitas PGRI Yogyakarta (UPY) meluncurkan sebuah inovasi yang menggabungkan teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Mereka mengembangkan alat infant warmer berbasis Internet of Things (IoT) yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah hipotermia pada bayi baru lahir di Dusun Selorejo.
Alat infant warmer berbasis IoT yang dikembangkan ini tidak hanya memberikan kehangatan stabil untuk bayi, tetapi juga dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu tubuh secara real-time. Fitur canggih ini memungkinkan bidan dan kader kesehatan di desa tersebut untuk memantau kondisi bayi melalui aplikasi smartphone, sehingga bisa lebih efektif dalam memberikan perawatan.
“Alat ini tidak hanya menjaga suhu tubuh bayi, tetapi juga memberi rasa aman bagi orang tua, karena mereka tahu bahwa bayi mereka dalam pengawasan yang baik dan terus-menerus,” ujar Ekha Rifki Fauzi, Ketua Tim Pengabdian dari UPY.
Inovasi ini tak hanya berfokus pada distribusi alat, tetapi juga pada pemberdayaan masyarakat setempat. Tim pengabdian telah mengadakan berbagai pelatihan bagi bidan desa, kader kesehatan, dan masyarakat umum mengenai cara penggunaan alat, penyusunan SOP (standar operasional prosedur), dan simulasi penanganan kasus hipotermia.
“Pendekatan kami adalah melibatkan masyarakat sejak awal, mulai dari identifikasi masalah hingga pelaksanaan dan evaluasi, sehingga mereka merasa memiliki tanggung jawab yang sama terhadap peningkatan kualitas layanan kesehatan di desa ini,” tambah Ekha.
Meskipun memberikan dampak positif, program ini tidak lepas dari tantangan. Infrastruktur listrik dan konektivitas internet yang terbatas menjadi hambatan dalam memaksimalkan penggunaan alat berbasis IoT ini. Namun, semangat masyarakat Selorejo, terutama para kader kesehatan dan Bidan Arum, menjadi kunci utama keberhasilan program ini.
“Kami berharap program ini dapat terus berjalan dan memberi manfaat jangka panjang. Kami juga berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi penggunaan alat ini agar memberikan dampak yang lebih luas,” kata Ekha.
Selain itu, alat infant warmer berbasis IoT ini diharapkan dapat menjadi model bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa, terutama kawasan pegunungan dengan risiko tinggi terhadap hipotermia pada bayi baru lahir.
Dengan hadirnya teknologi ini, Klinik Bidan Arum kini memiliki harapan baru untuk menurunkan angka kematian bayi akibat hipotermia. Lebih dari itu, program ini juga membuktikan bagaimana teknologi bisa bersinergi dengan pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan di daerah terpencil.
“Ini bukan hanya tentang alat, tetapi tentang menyelamatkan nyawa,” pungkas Ekha dengan penuh harapan.
Program inovatif ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi dan kolaborasi dengan masyarakat dapat menghasilkan solusi yang efektif dan berkelanjutan di daerah yang selama ini terpinggirkan.